[text_divider type=”double”]
BEATA BENVENUTA BOJANI
(1254-1292)
[/text_divider]
[column width=”1/1″ last=”true” title=”” title_type=”single” animation=”none” implicit=”true”]
• Simbol/atribut: wanita Ordo Ketiga Dominikan menggenggam
seutas tali
• Pesta: 30 Oktober
[/column]
[column width=”1/1″ last=”true” title=”” title_type=”single” animation=”none” implicit=”true”]
Keluarga Bojani, yang telah memiliki enam anak perempuan,
tentu amat mengidamkan anak laki-laki. Dengan demikian, ketika
anak ketujuh lahir dan ternyata bayi itu perempuan juga, para bidan
tertegun, tidak berani memberi tahu sang ayah. Tetapi Corrado
Bojani sudah menebak dari keheningan mereka, dan ia pun berseru,
“Anak itu pun akan kami terima!” (Sia anch’essa la benvenuta)
Demikianlah gadis ketujuh dalam keluarga itu memperoleh nama
“Benvenuta”, yang artinya ‘selamat datang’.
Benvenuta lahir pada tahun 1254 di Cividale del Friuli,
sebuah kota di bagian utara Italia, dekat perbatasan dengan
Slovenia. Beberapa sumber menyebut tanggal lahirnya yaitu 4
Mei. Sejak kecil Benvenuta sudah menampakkan keseriusan dalam
menghidupi imannya serta mempraktikkan devosi dan matiraga
ketat. Menginjak usia tujuh tahun, ia sudah terbiasa mendaraskan
seratus Bapa Kami dan Salam Maria setiap hari untuk menghormati
Tritunggal Mahakudus, dan seribu Salam Maria untuk menghormati
Perawan Suci. Bahkan setiap hari Sabtu, hari yang secara tradisional
didedikasikan untuk Bunda Maria, serta pada Hari Raya Kabar
Gembira, Benvenuta mampu mendaraskan dua ribu hingga tiga
ribu Salam Maria.
Salah satu kakak Benvenuta senang bersolek, mengenakan
baju-baju bagus, dan berdansa, dan ia tidak sabar mengajak
adik
bungsunya ke pesta-pesta yang ramai. Akan tetapi, Benvenuta selalu
lari dari kesempatan-kesempatan demikian. Ia kerap bersembunyi
di hutan kecil di perbukitan belakang rumah mereka, tempat
ia dapat melihat bangunan Gereja Santa Maria di puncak bukit
seberang. Benvenuta lebih senang memandangi Gereja tersebut
sembari berlutut dan bertiarap, hingga rumput-rumput di bawah
tubuhnya rebah karena begitu sering dan begitu lama ia berada di
sana.
Pada usia 12 tahun, Benvenuta mulai mengenakan
hairshirt1, ikat pinggang tali, dan berbagai alat mortifikasi diri.
Seiring pertumbuhan tubuhnya, tali ikat pinggangnya melekat
dan memotong ke dalam dagingnya. Benvenuta sadar ia sendiri
tak dapat membuka tali itu, namun ia juga tidak ingin meminta
pertolongan orang lain, karena hal itu berarti ia harus menunjukkan
matiraganya yang tersembunyi. Maka satu-satunya jalan yang dapat
dilakukannya adalah berdoa memohon bantuan Allah agar tali itu
dapat lepas. Dan persis saat itulah yang terjadi, secara ajaib tali itu
lepas dengan sendirinya dan jatuh begitu saja ke dekat kakinya.
Itulah sebabnya dalam lukisan-lukisan religius, Beata Benvenuta
digambarkan sedang menggenggam seutas tali.
Benvenuta memiliki devosi yang mendalam kepada Bunda
Maria; ia mengucapkan janji keperawanan secara pribadi, dan
menyerahkan dirinya ke tangan Perawan Maria sebagai Bunda
dan Ratu. Benvenuta juga tidak menyia-nyiakan kesempatan
pertamanya bergabung dengan Ordo Ketiga Dominikan, dan
ia berusaha sekuat tenaga untuk meniru Bapa Dominikus. Ia
menambah berbagai praktik matiraga baru, termasuk disiplin diri
yang keras, pantang, puasa, dan berjaga hampir setiap malam. Jika
ia merasa mengantuk, ia akan mengusap kedua matanya dengan
air cuka. Setiap malam, tiga kali ia mencambuki diri dengan rantai
besi. Ia menolak minum anggur, dan hanya mau menggunakan
bongkahan batu sebagai bantal.
Tidak diragukan lagi, orang seperti Benvenuta amat dibenci
iblis. Bukan saja karena ia tumbuh semakin tinggi dalam kekudusan,
melainkan juga karena doa-doa dan silihnya mengeluarkan banyak
jiwa dari Api Penyucian. Jiwa-jiwa ini, termasuk jiwa ayahnya dan
saudara laki-lakinya, kerap menampakkan diri untuk berterima
kasih kepada Benvenuta. Maka, iblis pun tidak segan-segan
menjadikan gadis itu sebagai objek dari serangan-serangannya,
baik secara fisik maupun rohani.
Menyadari bahwa ia tak mampu menjatuhkan Benvenuta ke
dalam dosa, maka iblis mengambil jalan menampakkan diri dalam
bentuk-bentuk aneh dan mengerikan, dengan tujuan melemahkan
iman Benvenuta. Akan tetapi, keberanian Benvenuta sungguh
istimewa dan heroik, ia bahkan berani mengejek iblis, mengatakan
bahwa iblis seha-rusnya malu kembali ke Neraka karena kalah dari
seorang gadis kecil.
Semua matiraga dan pergumulan rohaninya yang berat
mengakibatkan kesehatan Benvenuta memburuk dengan cepat, dan
ia menjadi terlalu sakit untuk bangun dari tempat tidurnya selama
lima tahun. Selama itu salah satu kakak perempuannya harus
menggendongnya ke Gereja untuk menghadiri Misa Kudus dan
Ibadat Penutup. Terhadap orang yang menyayangkan keadaannya
yang buruk padahal usianya masih belia, Benvenuta berkata, “Jauh
lebih baik untuk menjadi muda di Surga daripada tua di Neraka.”
Benvenuta baru diberikan kesembuhan melalui mukjizat setelah
ia membuat nazar akan mengunjungi makam St. Dominikus di
Bologna.
Benvenuta memang tidak pernah meminta nasihat dari
imam pembimbing rohani dalam hal praktik matiraga, bukan
karena ia sombong atau membangkang, melainkan karena ia
begitu bersemangat dan polos. Konon, St. Dominikus sendiri
harus menampakkan diri beberapa kali untuk menegur Benvenuta
dan menyuruhnya untuk berbicara jujur kepada bapa rohaninya
mengenai laku kesalehannya itu. Awalnya Benvenuta merasa amat
enggan, namun karena Bapa Dominikus begitu tegas, akhirnya
ia mengalah. Oleh alasan ketaatan, ia mengurangi intensitas
matiraganya dan diwajibkan untuk meminta izin terlebih dahulu
dari bapa rohaninya sebelum memulai praktik-praktik silih
tertentu.
Ibadat Penutup merupakan ibadat favorit Benvenuta selain
Misa, dan sebagian besar penampakan Surgawi yang dialaminya
terjadi dalam jam-jam tersebut. Suatu hari, usai Ibadat Sore
untuk Pesta St. Dominikus, sang santo menampakkan diri kepada
Benvenuta, dengan ditemani St. Petrus dari Verona (Petrus Martir).
St. Dominikus berkata bahwa ia mempunyai sebuah kejutan.
Benvenuta menunggu dengan penuh semangat. Kejutan itu ternyata
diperolehnya pada saat Ibadat Penutup, yaitu di awal ibadat, kepala
biara tidak hadir, tetapi tempatnya digantikan oleh St. Dominikus
sendiri. Sang santo berkeliling menghampiri para biarawan satu
persatu dan mengecup mereka dengan kecupan damai, lalu ia
berjalan menuju altar dan menghilang. Lalu, saat prosesi Salve,
Bunda Maria muncul dan berjalan di tengah, seraya menggendong
bayi Yesus dan memberkati semua imam yang hadir.
Sekali waktu, Benvenuta memohon rahmat kepada
Bunda Maria agar ia boleh ikut merasakan dukacita Sang Bunda
ketika ia kehilangan Putranya. Oleh karena itu, Bunda Maria
menampakkan diri dengan Bayi Yesus dalam dekapannya. Melihat
wajah Yesus, Benvenuta langsung mengalami ekstase mendalam.
Akan tetapi penglihatan membahagiakan itu lenyap secara tibatiba,
meninggalkan kepedihan besar dalam jiwa Benvenuta yang
membuatnya hampir mati karena sedih. Setelah tiga hari, Bunda
Maria menampakkan diri lagi kepadanya, dan mengatakan,
“Putriku, penderitaanmu hanya sebagian kecil dari penderitaan
yang harus kutanggung akibat kehilangan Putraku terkasih.”
Walaupun Benvenuta mengalami banyak penganiayaan
dan penderitaan sepanjang hidupnya, ia bukanlah seorang yang
pemurung. Kawan-kawan yang mengenalnya, menyebut Benvenuta
sebagai Seorang Kontemplatif yang Paling Manis dan Paling
Rohaniah. Kekudusannya begitu menyenangkan hingga sentuhan
tangannya dan kehadirannya mampu membangkitkan sukacita
dan mengusir godaan jahat. Pengakuan ini begitu mengagumkan,
mengingat betapa seriusnya Benvenuta dalam menjalani imannya
dan mengejar kekudusan. Ia memang menetapkan standar tinggi
untuk dirinya sendiri, tetapi tidak pernah menuntut orang lain
untuk mencapai hal yang sama, sebab ia memahami bahwa rahmat
Ilahi berperan besar dalam pembentukan kerohanian seseorang.
Benvenuta meninggal dalam usia 38 tahun. Sebelum
wafatnya, Bunda Maria menampakkan diri untuk yang terakhir kali,
untuk memperingatkan gadis itu bahwa iblis akan melancarkan
siksaannya yang terhebat, walaupun Bunda Maria sendiri akan
menemani dan membantunya. Semua itu terjadi seperti yang telah
dikatakan Sang Bunda. Setelah peperangan rohani yang singkat
namun dahsyat, Benvenuta menerima mahkota kemenangannya
di Surga pada tanggal 30 Oktober 1292. Ia dibeatifikasi oleh Paus
Klemens XIV pada tanggal 6 Februari 1763.
[/column]
[column width=”1/1″ last=”true” title=”” title_type=”single” animation=”none” implicit=”true”]
Doa
Ya Allah, curahkanlah bagi kami rahmat pertobatan, doa, dan
kerendahan hati, seperti yang Engkau anugerahkan kepada
Beata Benvenuta. Kami mohon, agar melalui matiraga daging
kami dimampukan untuk hidup dalam Roh, serta melalui
kontemplasi akan hal-hal Surgawi dan penyangkalan diri sendiri,
kami boleh menemukan tempat peristirahatan dan mahkota
kemuliaan kami di dalam Engkau. Melalui Kristus, Tuhan kami.
Amin.
(Kalender Umum Ordo Pewarta)
[/column]