BEATO ALBERTUS DARI BERGAMO

Published by

Date

[text_divider type=”double”]

BEATO ALBERTUS DARI BERGAMO

[/text_divider]

[column width=”1/1″ last=”true” title=”” title_type=”single” animation=”none” implicit=”true”]

• Nama lain: Albertus d’Ogna, Albertus Si Petani
• Simbol/atribut: petani membelah batu dengan sabit; petani
yang dibawakan Hosti Kudus oleh burung merpati
• Pelindung: tukang roti, buruh harian, buruh tani
• Pesta:11 Mei, 7 Mei (Kalender Dominikan)

[/column]

[column width=”1/1″ last=”true” title=”” title_type=”single” animation=”none” implicit=”true”]

Beato Albertus lahir dalam sebuah keluarga petani miskin
di Valle d’Ogna, sebuah lembah perbukitan yang subur di dekat
Kota Bergamo, Italia. Walaupun berkekurangan, keluarga itu amat
saleh dan pekerja keras. Ayah Albertus mendidik putranya dengan
praktik-praktik silih dan amal kasih, yang kelak akan berbuah
kekudusan dalam diri Albertus.
Sejak usia tujuh tahun Albertus sudah biasa berpuasa sebanyak
tiga hari dalam seminggu dan memberikan jatah makanannya pada
hari-hari tersebut kepada orang yang lebih miskin. Setiap hari
ia bekerja mengolah ladang. Di situlah ia belajar untuk melihat
pekerjaan tangan Allah dalam segala hal, serta mendengar suara-
Nya dalam bisikan alam. Waktu-waktu panjang dan berat yang
dihabiskannya di ladang justru membuat jiwanya semakin tenang
dan kontemplatif. Ia menggunakan semua yang dilihat, didengar,
dan dikerjakannya sebagai sarana untuk mengangkat hati dan
pikirannya kepada Allah. Kontemplasi sederhana itu menjadikan
hatinya murni, rendah hati, dan bijaksana.
Albertus menuruti keinginan sang ayah untuk menikah muda
dengan seorang gadis petani. Tahun-tahun awal pernikahannya
berjalan bahagia, keduanya hidup rukun dan sang istri pun banyak
meniru Albertus dalam laku kesalehan serta matiraga. Akan tetapi,
setelah ayah Albertus tiada, sifat sang istri tiba-tiba berubah. Wanita
itu membuat rumah-tangganya menjadi sumber penderitaan tak
tertahankan bagi Albertus, sebab ia mempermasalahkan setiap
ucapan dan perbuatan suci suaminya dengan kata-kata kasar dan
penuh amarah. Sang istri mencela Albertus karena “membuangbuang
waktu untuk berdoa” dan “terlalu royal kepada orang miskin”.

Di mata manusia, memang harus diakui bahwa tindakan
Albertus terkadang tampak berlebihan, misalnya beberapa kali ia
menyumbangkan makan malam yang sudah disiapkan untuknya
dan untuk para pekerja, sehingga seolah-olah ia kelihatan tidak
menghargai masakan istrinya. Tetapi beberapa kali pula Allah
secara ajaib mengembalikan makanan yang telah disumbangkannya
itu, sebagai ganjaran atas kepercayaan Albertus bahwa Allah tidak
akan menelantarkan mereka.
Melihat mukjizat ini dan didukung oleh sikap Albertus yang
senantiasa sabar, manis, dan teguh walau mengalami penganiayaan
domestik, hati sang istri lambat-laun luluh. Ia berubah menjadi rekan
sekaligus “saingan” Albertus dalam hal kesalehan dan karya amal,
sebelum meninggal dalam damai tak lama kemudian. Demikianlah
Beato Albertus menunjukkan bahwa doa dan ketekunan iman
memenangkan jiwa-jiwa yang dimulai dari jiwa orang terdekatnya.
Setelah wafat istrinya, Albertus bebas menyerahkan rumah
dan lahan pertaniannya kepada para tuan-tanah, dan ia pun
bertolak dalam peziarahan menuju Yerusalem dan Roma. Ia singgah
di Cremona untuk bekerja sebagai buruh tani pada masa panen. Ia
lantas terkenal sebagai “Si Pekerja yang Rajin”. Di Cremona jugalah
Allah berkenan untuk menampilkan kesucian hambanya di hadapan
manusia. Saat Albertus bekerja Malaikat-Malaikat datang dalam
rupa manusia untuk membantunya, sehingga penghasilannya
pun berlipat ganda dan ia mampu menyumbangkan lebih banyak
kepada kaum miskin. Masih tidak puas, Albertus kerap pergi
mengemis untuk orang-orang miskin tersebut.
Tak ayal para pekerja lain mulai merasa iri. Mereka bertekad
untuk mengganggunya dengan cara menanam lempeng-lempeng
besi di tanah yang diolah Albertus, dengan harapan sabitnya
menjadi tumpul. Tetapi ajaib, sabit itu ternyata tetap memotong
besi-besi itu seakan besi tersebut tak ubahnya tangkai-tangkai
gandum biasa.
Di waktu yang lain, Albertus tidak sengaja menjatuhkan
tong kayu berisi anggur yang tengah digotongnya menuju rumah
seorang wanita miskin. Tong itu pecah berkeping-keping di jalan.
Seperti biasanya dalam kesusahan, Albertus berseru, “Ya Raja
Kemuliaan Kekal, bersegeralah menolong aku!” Kemudian ia
mengumpulkan dan menyusun kembali patahan-patahan kayu itu
dan dengan tangannya ia meraup sisa anggur yang tercecer lalu
memasukkannya kembali ke dalam tong. Sungguh sebuah mukjizat
bahwa tong tersebut utuh seperti sediakala dan anggur di dalamnya tak berkurang!
Pondok sederhana Albertus di Cremona terletak berdekatan
dengan sebuah Biara Dominikan, maka ia memberikan dirinya
dibimbing oleh para Imam Dominikan di sana. Jubah sebagai Ordo
Ketiga yang kemudian diterimanya pada tahun 1256 membuat
Albertus makin bersemangat mendedikasikan seluruh waktu dan
tenaga untuk pelayanan kepada orang miskin, terutama mereka
yang sakit. Albertus mengunjungi mereka, menjadikan dirinya
pelayan mereka, menemani mereka dalam sakratul maut, serta ikut
mengiringi pemakaman mereka. Bahkan, ia berhasil mendirikan
sebuah rumah sakit untuk kaum papa.
Untuk obat-obatan, Albertus membudidayakan berbagai
tanaman obat di Biara Dominikan tersebut. Ia bekerja keras siangmalam
mela-kukan hal-hal yang berat dan hina, dengan tetap
menjaga sikap yang riang dan penuh syukur. Beberapa kali ia juga
mengatur perjalanan agar orang-orang miskin dapat mengunjungi
tempat-tempat suci di sekitar Cremona.
Kehidupan aktif yang sibuk tidak lantas mengganggu
kehidupan kontemplatifnya, sesuai rencana Albertus tetap
berziarah ke Yerusalem dan ke Roma. Sepanjang hidupnya, ia
mengunjungi Roma sebanyak sembilan kembali, Yerusalem satu
kali, dan makam Santo Yohanes dari Compostella di Spanyol
sebanyak delapan kali. Semua perjalanan itu diisinya dengan
keheningan meditatif, atau sembari bermadah dan mendaraskan
mazmur, atau berbicara tentang Tuhan bersama rekan-rekan yang
ditemuinya di jalan. Tidak ada waktu baginya untuk berdiam dalam
kejenuhan, sebab setiap langkah kakinya senantiasa merangkai
untaian doa yang tak terputus.
Sekali waktu, saat berjalan pulang dari salah satu ziarahnya,
Albertus sampai di tepi Sungai Po yang lebar dan dalam. Pemilik
perahu yang biasa menyeberangkan orang-orang menolak Albertus
karena ia tidak memiliki uang untuk membayar. Maka Albertus
membentangkan mantolnya di atas air dan berjalan di atasnya
hingga mencapai seberang sungai dengan aman.
Di penghujung hidupnya, Albertus jatuh sakit karena
kelelahan. Merasa bahwa ajalnya akan segera tiba, ia meminta
seorang tetangga memanggilkan imam untuk memberinya
Sakramen-sakramen Terakhir, tetapi imam tersebut rupanya
terlambat lama sekali. Tiba-tiba muncul seekor burung merpati

[/column]

[column width=”1/1″ last=”true” title=”” title_type=”single” animation=”none” implicit=”true”]

Doa
Ya Allah yang Mahapenyayang, Engkau menghendaki Beato
Albertus, pengaku iman-Mu, bercahaya dengan kekudusan
yang istimewa di tengah kondisi hidup yang hina, melalui
kerendahanhatinya, semangat kebenarannya, dan kasih
kerasulannya. Berilah supaya kami pun dapat mengikuti jejak
langkahnya, sehingga layak diganjar dengan ganjaran yang
sama pula. Melalui Kristus, Tuhan kami. Amin.
(Kalender Umum Ordo Pewarta)

[/column]

Bokep Indonesia Terbaru Bokep Jepang Jav Bokep ukthi jilbab GOBETASIA DAYWINBET DAYWINBET GOBETASIA gobet DAYWINBET SLOT GACOR BOKEP INDO BOKEP INDONESIA