[text_divider type=”double”]
Beata Imelda Lambertini
(1322-1333)
[/text_divider]
[column width=”1/1″ last=”true” title=”” title_type=”single” animation=”none” implicit=”true”]
• Simbol/atribut: anak perempuan berpakaian serba putih
dengan Hosti Kudus melayang di hadapannya
• Pelindung: penerima Komuni Pertama
• Pesta: 16 September, 13 Mei (Kalender Dominikan)
[/column]
[column width=”1/1″ last=”true” title=”” title_type=”single” animation=”none” implicit=”true”]
Beberapa kali dalam sejarah Orang Kudus, Allah berkenan
menunjukkan rahmat-Nya secara khusus dalam anak-anak kecil.
Kepolosan dan kesederhanaan mereka, yang dikuduskan oleh
iman, mampu bersanding dengan indah bersama kecerdasan
intelektual dan jasa-jasa heroik Para Kudus lainnya yang berusia
lebih dewasa. Ketika seorang Dominikan dipanggil untuk memiliki
jiwa yang Ekaristis, sungguh mencengangkan bahwa ternyata salah
satu pribadi yang layak ia jadikan panutan adalah seorang anak
berusia sembilan tahun!
Imelda Lambertini lahir dalam sebuah keluarga terhormat
di Bologna, Italia, tahun 1322. Ayahnya, Count Egano Lambertini,
merupakan seorang bangsawan kaya, pemberani, dan berkuasa
di kota itu. Ia menjabat beberapa posisi penting dan dikenal oleh
amal kasihnya kepada kaum papa dan kepada komunitas religius.
Istrinya, Castora, memiliki devosi khusus kepada jiwa-jiwa di Api
Penyucian. Sama seperti suaminya, ia pun sering melakukan silih
dengan menyumbangkan sejumlah besar uang untuk berbagai
biara dan Gereja.
Beberapa anggota keluarga besar Lambertini pun termasuk
orang-orang yang terpanggil untuk hidup religius. Kerabat Imelda
mencakup seorang biarawan Dominikan, seorang suster kepala
biara Fransiskan, dan seorang suster lainnya yang mendirikan
sebuah biara kontemplatif tertutup di Bologna.
Dibesarkan dalam keluarga yang demikian, tidaklah heran
apabila Imelda kecil juga tumbuh sebagai anak yang saleh. Seperti
Kanak-kanak Yesus, Imelda “bertambah hikmat-Nya dan besar-
Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia” (Luk 2:52). Sejak
dini ia sudah tidak tertarik dengan hiburan-hiburan duniawi untuk
anak seusianya. Ia lebih suka mendengarkan kisah-kisah Kitab
Suci dan nasihat-nasihat iman. Di rumah, ia membuat meja doa
kecil untuk dirinya sendiri, dan di situlah ia senang menghabiskan
waktu dengan mendaraskan Mazmur dan doa-doa lain. Ia juga rajin
menghadiri Misa dan Ibadat Penutup di sebuah Gereja Dominikan
terdekat.
Selain katekese iman, ibu Imelda juga mengajarkannya
memasak dan menjahit baju untuk orang miskin. Ia tidak pernah
lupa mengajak Imelda kecil ketika ia hendak berkeliling kota
melakukan perbuatan-perbuatan amal.
Sampai sini, kita mungkin menebak bahwa kedua orang tua
Imelda sama sekali tidak keberatan ketika pada usia sembilan
tahun, Imelda meminta izin untuk tinggal bersama para biarawati
Dominikan. Tetapi, bagaimanapun juga Imelda adalah anak tunggal,
dan pasangan Lambertini sudah terlalu tua untuk mengharapkan
anak lagi. Dengan berat hati mereka melepas putri semata wayang
mereka ke dalam pengasuhan suster-suster Dominikan di Biara
Santa Maria Magdalena Val di Pietra. Satu-satunya hal yang
menguatkan suami-istri Lambertini hanyalah kedua mata mungil
Imelda yang berpijar dengan hasrat kesucian yang mendalam.
Sebetulnya status Imelda di dalam komunitas tersebut
tidak dapat ditentukan dengan pasti. Pada waktu itu, aturan resmi
mengenai usia calon biarawati belum ditetapkan, sehingga bisa
saja Imelda memang sudah menjadi biarawati sejak masih belia.
Para suster mengenakan habit Dominikan kepadanya, dan ia pun
mengikuti alur kehidupan biara sebagaimana ditentukan. Akan
tetapi, kebiasaan yang umum pada zaman itu, orang tua yang
saleh biasanya mendedikasikan anak mereka kepada Tuhan dan
mempersilakannya mengenakan habit religius hanya untuk periode
waktu tertentu, dan status anak tersebut tetap tergolong awam. Hal
itulah yang dilakukan Imelda, walaupun jelas tidak terbersit sedikit
pun di dalam benaknya untuk menanggalkan habit kesayangannya
itu.
Satu-satunya hal yang bisa dilakukan oleh para suster lainnya
namun tidak bisa dilakukan oleh Imelda adalah menyambut
Komuni Kudus, karena terhalang oleh usia yang masih terlalu muda.
Namun cintanya yang mendalam kepada Yesus dalam Sakramen
Mahakudus mendorong Imelda kecil untuk merengek berulang kali
minta diberikan Komuni Pertama. Ia juga sering bertanya dengan
lugu, “Bagaimana mungkin kalian semua dapat menyambut Yesus
dan tidak mati bahagia?”
Para imam dan suster, dengan sabar dan lembut, menolak
permintaannya yang tak kunjung berhenti dan menjelaskan bahwa
Imelda harus lebih tua dan lebih matang untuk menerima Komuni.
Untuk sementara, Imelda harus berpuas diri dengan penolakan itu.
Maka ketika orang-orang dewasa di Gereja menyambut Komuni,
Imelda menghafalkan teks-teks Ibadat Harian dan mengembangkan
doa-doa batinnya sendiri dengan cara yang khas kanak-kanak.
Imelda juga suka membayangkan teman-teman khayalan, layaknya
anak-anak pada umumnya. Bedanya, teman-teman khayalan Imelda
tidak lain adalah santo-santa. Teman favoritnya adalah Santa
Agnes, Si Martir Cilik, yang usianya hanya sedikit lebih tua daripada
Imelda. Menurut tradisi, St. Agnes kerap mendatangi Imelda dalam
penglihatan untuk bercakap-cakap tentang hal-hal Surgawi yang
sangat ingin diketahui oleh Imelda.
Ketika musim semi tahun 1333 tiba, para suster, yang mengira
bahwa mereka telah berhasil mengalihkan “mimpi kekanakkanakan”
Imelda untuk menerima Komuni, kembali terkejut
karena ternyata gadis cilik itu ternyata masih keras kepala, bahkan
hasratnya makin menyala-nyala. Sekali lagi, mereka berkonsultasi
dengan imam, dan sang imam pun setuju bahwa Imelda masih
terlalu muda.
Doa-doa Imelda yang tak terbelokkan akhirnya terjawab pada
malam sebelum Hari Raya Kenaikan Tuhan. Setelah Misa, ketika
lilin-lilin altar sudah dimatikan, umat sudah keluar Gereja, dan
sebagian besar suster sudah kembali ke biara untuk menyelesaikan
tugas-tugas harian mereka, Imelda menyelinap ke dalam kapel
dan segera asyik berdoa di barisan bangku koor. Tak satu pun
orang yang mencurigai apapun, sebab Imelda memang sudah biasa
berdoa berlama-lama di kapel.
Seorang suster yang sedang membersihkan panti imam tibatiba
mendengar suara misterius dan mencium wangi semerbak
dari arah bangku koor. Ia menoleh dan mendapati seberkas sinar
bercahaya di atas kepala Imelda. Di tengah sinar itu, melayang
di udara sebentuk Hosti Kudus. Terkejut, suster itu buru-buru
memanggil imam yang sedang berbenah di sakristi.
Sang imam kini memahami bahwa saat itu Yesus sendirilah
yang sedang menyatakan kehendak-Nya, yaitu bahwa Tubuh
Tersuci-Nya harus diberikan kepada Imelda yang begitu
merindukan Dia. Maka dengan penuh sukacita ia mengenakan
kembali busana Misanya dan, membawa patena, menghampiri
Imelda. Dengan penuh hormat, imam meraih Hosti yang melayang
dan memberikannya ke mulut Imelda, yang terus berlutut seperti
patung, tidak menyadari para suster yang menontonnya dengan
takzim dan umat yang berdesak-desakan mengintip ke dalam kapel.
Setelah suster-suster yang menyaksikan peristiwa ajaib itu
saling mengucap syukur dan memuji kebesaran Tuhan, kepala
biara masuk ke dalam kapel untuk mengajak Imelda makan.
Imelda masih dalam posisi berlutut, tidak bergerak. Seulas senyum
tersungging di wajah polosnya. Ia sudah meninggal.
Sungguh amat sederhana, Imelda Lambertini meninggal oleh
karena kebahagiaan yang begitu membuncah di dalam jiwanya.
Limpahan ekspresi kasih bercampur sukacita dan syukur, rupanya
terlalu besar bagi raganya yang kecil mungil. Hasrat yang menggebu
itu telah paripurna pada detik Tubuh Tuhan diletakkan di lidahnya:
tidak ada lagi yang ia rindukan di dunia ini.
Imelda dibeatifikasi oleh Paus Leo XII pada tahun 1826, dan
oleh Paus St. Pius X ia diangkat sebagai pelindung para penerima
Komuni Pertama. Jasadnya yang tetap utuh kini terbaring di
Gereja Santa Sigismund di Bologna. Sejumlah persaudaraan dan
komunitas Dominikan yang menyandang namanya dibentuk, salah
satunya adalah Suster-Suster Dominikan dari Beata Imelda, yang
berjuang menyebarluaskan devosi kepada Ekaristi serta Adorasi
Abadi Sakramen Mahakudus.
Kisah Beata Imelda menjadi sebuah kesaksian tentang
seorang kanak-kanak dengan iman yang dewasa, sebuah iman yang
senantiasa membara dan tak lekang. Imelda memahami benar
apa yang saat ini sudah banyak dilupakan orang, yakni bahwa
berbahagialah mereka yang suci hatinya (bdk. Mat 5:8), dan jika
kita tidak seperti anak-anak kecil, yang murni dan bersungguhsungguh
dalam cinta mereka kepada Kristus, kita tidak akan masuk
ke dalam Kerajaan Allah (bdk. Mat 18:3).
[/column]
[column width=”1/1″ last=”true” title=”” title_type=”single” animation=”none” implicit=”true”]
Doa
Ya Tuhan Yesus Kristus, Engkau berkenan mengobarkan Beata
Imelda kecil dengan api cinta-Mu, dan Engkau memberinya
makan Hosti Kudus secara ajaib. Semoga melalui doa-doanya,
kami belajar untuk mendekati Altar Suci-Mu dengan kasih yang
menyala-nyala, supaya terpenuhilah kerinduan kami untuk larut
di dalam Dikau, dan layak untuk tinggal bersama-sama dengan-
Mu. Engkau yang hidup dan berkuasa, sepanjang segala masa.
Amin.
(Kalender Umum Ordo Pewarta)
[/column]