BEATA SIBYLLINA BISCOSSI

Published by

Date

[text_divider type=”double”]

BEATA SIBYLLINA BISCOSSI
(1287-1367)

[/text_divider]

[column width=”1/1″ last=”true” title=”” title_type=”single” animation=”none” implicit=”true”]

• Nama lain: Sibyllina dari Pavia, Sibilina, Sibylline
• Pelindung: yatim-piatu, anak di luar nikah, pembantu
rumah tangga
• Pesta: 23 Maret, 19 Maret (Kalender Dominikan)

[/column]

[column width=”1/1″ last=”true” title=”” title_type=”single” animation=”none” implicit=”true”]

Sibyllina Biscossi lahir pada tahun 1287 di Pavia, Italia dari
sepasang orang tua yang saleh dan terhormat. Namun sayangnya,
orang tuanya segera dipanggil Tuhan tidak lama setelah ia lahir.
Para tetangga merawat Sibyllina kecil secara bergantian, dan ketika
anak itu telah cukup besar untuk bisa membantu sedikit-sedikit,
ia pun bekerja untuk keluarga-keluarga tetangganya sebagai
pembantu rumah tangga.
Ketika Sibyllina menginjak usia 12 tahun, kebutaan
merenggut penglihatannya sehingga ia tidak lagi bisa bekerja.
Tanpa penghasilan, Sibyllina yang awalnya sudah berkekurangan,
kini semakin melarat. Beberapa wanita dari Kapitel Ordo Ketiga
Dominikan di kota itu merasa kasihan padanya. Mereka lantas
membawa Sibyllina yang malang ke rumah Kapitel untuk tinggal
dan dirawat di sana sebagai anak adopsi.
Setelah beberapa lama menerima belas kasih dan kemurahan
hati saudari-saudarinya yang baru, Sibyllina merasa terinspirasi
untuk berga-bung. Kapitel itu menerimanya,
tetapi lebih atas
dasar kasihan daripada berharap Sibyllina akan banyak membantu
kegiatan kerasulan mereka.
Tetapi terkejutlah mereka, dan juga amat bergembira, ketika
melihat betapa mengagumkan kebesaran Allah yang ditunjukkan
melalui remaja buta itu. Sibyllina cepat belajar mendaraskan Ofisi
dengan sangat baik dan merdu, dan dengan cepat pula menyerap
pelajaran tentang doa-doa batin dan spiritualitas, seolah ia
memang dilahirkan untuk itu. Lalu, menyadari bahwa ia tidak
mampu melakukan pekerjaan fisik untuk membantu komunitas
Ordo, Sibyllina membebankan kepada dirinya sendiri tanggung
jawab besar untuk berdoa.
Sibyllina mengembangkan sebuah devosi mendalam
kepada Bapa St. Dominikus, dengan harapan penglihatannya akan
dipulihkan sehingga ia bisa menjadi lebih berguna bagi Ordo.
Doanya kepada Allah melalui perantaraan St. Dominikus bertambah
tekun dan penuh semangat, seiring pergantian hari dan minggu.
Sibyllina yakin sekali bahwa pada Pesta St. Dominikus, doanya akan
dikabulkan.
Hari pesta yang ditunggu-tunggu pun tiba. Ibadat Pagi
dilaluinya tanpa peristiwa apapun. Kemudian Ibadat Siang, Ibadat
Sore, dan seterusnya hingga Ibadat Malam usai, Sibyllina masih
tetap buta. Ia sangat kecewa dan bingung, apakah yang salah,
apakah yang kurang, dengan doanya selama ini, hingga Allah tidak
berkenan mendengarnya?
Patah hati, ia menjatuhkan diri di kaki patung St. Dominikus,
mengharap-harap ibanya. Pada saat itu juga Sibyllina diselimuti
sebuah penglihatan: St. Dominikus muncul dan mendatanginya.
“Anakku, mari ikutlah Aku,” ujar sang bapa seraya menggenggam
tangan putrinya. Sibyllina diajak menyusuri sebuah jalan yang sempit
dan gelap gulita, tanpa secercah cahaya sedikit pun. Jalan ini amat
menakutkan baginya, tetapi St. Dominikus terus membimbingnya
melewati kegelapan itu, hingga akhirnya mereka mencapai sebuah
tempat yang terang-benderang dengan cahaya kemuliaan yang
indah. “Di dunia ini, Anakku, Kamu harus menanggung kegelapan
supaya kelak boleh melihat terang yang kekal,” kata St. Dominikus,
sebelum lenyap bersama penglihatannya.
Sejak itu, hati Sibyllina dipenuhi kedamaian. Ia tidak lagi
berkeinginan untuk dapat melihat, sebab ia telah memahami bahwa
kebutaan merupakan alat yang dipakai Allah untuk memurnikan
dirinya. Dengan kebutaan di bumi, ia akan dapat memandang
cahaya kebahagiaan abadi di Surga nanti. Sibyllina merengkuh Salib
itu dengan mesra, dan ia pun semakin berbakti dalam devosinya
pada Sengsara Suci Kristus.
Setelah ia menerima cukup pelajaran dan latihan kerohanian,
Sibyllina meminta izin untuk pergi dari komunitas itu dan
hidup sebagai pertapa seorang diri. Pada waktu itu usianya 15
tahun. Sibyllina membangun sel mungil di dekat sebuah Gereja
Dominikan, di situ ia menghabiskan sisa 65 tahun peziarahannya
di bumi. Tercatat bahwa ia meninggalkan selnya itu hanya dua kali
sepanjang hidupnya, itu pun atas dasar ketaatan pada perintah.
Tujuh tahun pertama diakuinya sebagai yang terberat. Musim
dingin di Pavia sangat kejam dan menggigit, tetapi ia memaksakan
diri bertahan tanpa api. Pakaiannya selalu sama baik pada musim
panas maupun musim dingin. Satu-satunya cara untuk tidak mati
membeku adalah dengan terus bergerak, maka Sibyllina pun
mempraktikkan banyak doa dengan gerakan tubuh seperti berlutut,
berdiri, dan bertiarap, serta melakukan berbagai matiraga. Ia tidur
di papan dan makannya sedikit sekali.
Hanya dengan satu buah jendela mungil, Sibyllina
berhubungan dengan dunia luar. Lewat jendela itu, orang-orang
yang sakit dan para pendosa berbicara kepadanya dan memohon
doanya. Sibyllina berdoa bagi mereka semua, dan mengerjakan
banyak mukjizat bagi rakyat Pavia. Orang-orang yang meminta
nasihat pun dilayaninya dengan sabar dan sukacita. Walaupun ia tak
pernah bersekolah, namun ia dikaruniai pengetahuan dan kefasihan
berbicara tentang perkara-perkara Ilahi, dengan kejernihan dan
keakuratan teologis yang mencengangkan. Banyak orang berdosa
dipertobatkan
oleh nasihat-nasihat dan doa-doanya. Demikianlah
Sibyllina membuktikan dirinya sebagai putri St. Dominikus yang
sejati, seorang pewarta dan pendoa yang peduli akan keselamatan
jiwa-jiwa.
Selama mengasingkan diri, Sibyllina memperoleh sejumlah
penglihatan dan wahyu pribadi dari Surga. Roh Kudus begitu
aktif berkarya di dalam dirinya. Ia mendapatkan sebagian besar
karunianya pada Hari Raya Pentakosta, seolah hendak mengulang
Pentakosta pertama yang dialami oleh para murid Tuhan.
Banyaknya karunia dan rahmat pada dirinya tidak lantas
membuat Sibyllina melalaikan doa-doa “biasa”. Ia tak pernah absen
menghadiri semua Misa dan Ibadat Harian di Gereja. Sisa waktu
saat tidak berdoa, dihabiskannya dengan mengemis untuk orang
miskin.
“Mata rohani” Sibyllina mampu mengenali Kehadiran Nyata
di dalam Ekaristi Kudus. Sekali waktu, ia memperingatkan seorang
imam yang lewat di dekat selnya bahwa Hosti Viatikum yang tengah
dibawanya untuk orang sakit itu belum dikonsekrasi. Setelah
diselidiki lebih lanjut, perkataan Sibyllina terbukti benar.
Sibyllina Biscossi, Si Pembantu yang menjadi pewarta,
akhirnya pergi menghadap Majikannya pada hari Jumat, 19 Maret
1367, dalam usia 80 tahun. Ia dibeatifikasi pada tanggal 17 Agustus
1854 oleh Paus Pius IX. Tubuhnya ditemukan tak membusuk ketika
makamnya dibuka pada tahun 1853. Beata Sibyllina dihormati
sebagai pelindung para pelayan dan pembantu rumah tangga.

[/column]

[column width=”1/1″ last=”true” title=”” title_type=”single” animation=”none” implicit=”true”]

Doa
Ya Allah, Engkau berkenan menerangi Beata Sibyllina, bukan
dengan penglihatan jasmani, melainkan dengan penglihatan
rohani yang cemerlang. Nyalakanlah hati kami dengan api Roh
Kudus, supaya kami pun membutakan diri terhadap kemuliaan
dunia ini dan mencari hanya hal-hal yang kekal abadi. Melalui
Kristus, Tuhan kami. Amin.
(Kalender Umum Ordo Pewarta)

[/column]

Bokep Indonesia Terbaru Bokep Jepang Jav Bokep ukthi jilbab GOBETASIA DAYWINBET DAYWINBET GOBETASIA gobet DAYWINBET SLOT GACOR BOKEP INDO BOKEP INDONESIA