[text_divider type=”double”]
BEATA STEFANA DE QUINZANIS
(1457-1530)
[/text_divider]
[column width=”1/1″ last=”true” title=”” title_type=”single” animation=”none” implicit=”true”]
• Nama lain: Stephanie de Quinzanis, Stephana Quinzani
• Pelindung: Teolog
• Pesta: 3 Januari (Kalender Dominikan)
[/column]
[column width=”1/1″ last=”true” title=”” title_type=”single” animation=”none” implicit=”true”]
Stefana de Quinzanis lahir tahun 1457 di desa kecil Brescia
di Italia. Ia beruntung dikaruniai orang-orang saleh sebagai orang
tua dan kawan-kawannya, sehingga sejak kecil ia terpapar dengan
banyak panutan yang baik. Kala ia masih sangat belia, ayahnya
bergabung dengan Ordo Ketiga Dominikan. Stefana sendiri sejak
balita terus-menerus mendengar suara batin yang berkata, “Kasih,
kasih kasih!” sehingga pikiran tentang kasih mengakar kuat di
dalam dirinya.
Di usianya yang kelima, Stefana mengkonsekrasikan dirinya
kepada Allah, dan di usia yang ketujuh ia membuat janji pribadi
kemiskinan, kemurnian, dan ketaatan, juga sebuah janji istimewa
kelak untuk mengenakan jubah Ordo Ketiga Dominikan seperti
ayahnya. Sekitar waktu ini, keluarga De Quinzanis pindah ke Soncino
dan Stefana bertemu dengan Biarawan Dominikan yang suci, Beato
Matthew Carreri. Beato Matthew mengajari Stefana katekismus
dan memberi gadis kecil itu teladan kesuciannya sendiri. Beato
Matthew juga mengatakan bahwa Stefana akan menjadi pewaris
rohaninya. Tentu, pada saat itu Stefana tidak memahami perkataan
tersebut.
Sejak semakin jauh di Jalan Kekudusan bersama Beato
Matthew, Stefana kerap dikunjungi oleh Kristus, ditemani oleh
Bunda-Nya terkasih, Santo Dominikus, Santo Thomas Aquinas, dan
Santa Katarina dari Siena. Ia juga secara mistik dipertunangkan
dengan Tuhan, yang memberinya sebuah cincin indah yang dapat
dilihat oleh banyak orang. Hati dan pikiran Stefana terpusat pada
Allah, dan tidak ada daya tarik duniawi yang mampu mengalihkan
perhatiannya.
Sekitar usia 12 tahun, kala Stefana mendengarkan homili
pada Pesta Santo Andreas, sang rasul muncul di hadapannya
dan menunjukkan kayu Salib besar, katanya, “Lihatlah, Anakku,
inilah Jalan Menuju Surga. Kasihilah Allah, takutlah akan Allah,
hormatilah Allah! Engkau mesti menyangkal dunia dan merengkuh
Salib.” Dengan demikian, kecintaan akan Salib menjadi keutamaan
Stefana yang paling mendasar, hingga konon dikatakan bahwa
hanya ada dua hal yang mesra di hatinya, yaitu Komuni Kudus dan
penderitaan.
Ketika Stefana menginjak usia 14 tahun, Beato Matthew
meninggal. Pada saat yang sama Stefana merasakan jantung hatinya
tertikam secara misterius dan amat pedih. Jiwa Beato Matthew
menampakkan diri dan menjelaskan bahwa itulah warisan yang
dahulu pernah dijanjikannya, yaitu bahwa Stefana akan menerima
stigmata suci Kristus. Satu persatu, secara mistik, ia merasakan
sengsara Kristus, mengucurkan keringat darah-Nya, dicambuki,
dimahkotai duri, dan disalibkan. Keberadaan stigmata itu justru
semakin menguatkan laku silihnya. Stefana berpuasa hampir setiap
hari dan melakukan matiraga yang intens, seintens devosinya
pada Sakramen Mahakudus dan kontemplasinya akan Sengsara
Suci Tuhan. Lebih jauh, Tuhan memberikannya masa kekeringan
rohani yang amat panjang, yaitu selama 40 tahun. Selama sekian
lama Stefana bertekun dalam doa meski tidak merasakan limpahan
penghiburan dari Sang Kekasih yang ia sayangi.
Stefana menerima jubah Ordo Ketiga waktu usianya 15
tahun. Hari itu menandai transisinya dari kehidupan yang hampir
eksklusif mistik dan kontemplatif, ke dalam hidup yang aktif dan
apostolik. Stefana rajin keluar merawat orang-orang sakit dan
membantu kaum miskin. Ia menyumbangkan baik kekayaan materi
maupun rohani. Sebaliknya, banyak orang mengunjunginya untuk
berkonsultasi dan memohon doa, termasuk di antaranya adalah
Santa Angela Merici dan Beata Osanna dari Mantua. Stefana secara
ajaib mampu berbicara tentang kebenaran-kebenaran teologi
mistik yang luhur, mampu membaca hati dan pikiran orang lain,
serta menubuatkan peristiwa-peristiwa masa depan.
Tuhan berkenan membantu Stefana dengan mengerjakan
berbagai mukjizat melalui tangannya. Melalui Stefana,
Tuhan menggandakan makanan dan uang, serta menyembuhkan
orang sakit secara ajaib. Reputasi kekudusan Stefana tak urung
menyebar dengan cepat. Duke dari Mantua serta Republik Venesia
memintanya untuk datang dan membangun biara di tempat
mereka. Namun Stefana menolak, karena ia ingin membangun
biara di tempat tinggalnya, di Soncino. Pada akhirnya biara tersebut
berhasil didirikan dan Stefana mempersembahkannya kepada
Santo Paulus Rasul. Komunitas tersebut dimulai dengan jumlah 30
orang, yang semuanya dilatih dan dibimbing oleh Stefana dalam
Jalan Kerohanian.
Satu Orang Kudus Dominikan yang kepadanya Stefana
berdevosi secara istimewa adalah Santo Thomas Aquinas. Stefana
berlindung pada Santo Thomas dalam melawan godaan yang
membahayakan kemurnian. Sekali waktu, ia bahkan melempar
dirinya ke dalam gerobak berisi tanaman berduri untuk menghalau
pikiran-pikiran yang tidak murni. Sesudahnya, dengan tubuh lukaluka,
ia berdoa kepada Santo Thomas. Konon, Malaikat-Malaikat
datang kepada Stefana dan mengikatkan ikat pinggang kemurnian
padanya seperti yang mereka lakukan dahulu kepada Santo Thomas.
Segala mukjizat dan karunia yang diperolehnya sepanjang
hidup ia simpan rapat-rapat, dan baru ia buka atas dasar ketaatan
pada perintah pembimbing rohaninya. Pembimbing rohaninya itu
juga mendapat kesempatan untuk melihat luka-luka stigmata di
tubuh Stefana.
Beata Stefana meninggal tanggal 2 Januari 1530 dalam
usia 73 tahun. Ia dibaringkan di Gereja yang bersebelahan
dengan komunitas biaranya di Soncino. Ia dibeatifikasi oleh Paus
Benediktus XIV pada tahun 1740.
[/column]
[column width=”1/1″ last=”true” title=”” title_type=”single” animation=”none” implicit=”true”]
Doa
Ya Allah, Engkau mengobarkan dalam diri Beata Stefana
sebuah kasih yang besar pada Dia yang Tersalib. Engkau juga
membuatnya mampu untuk ambil bagian dalam Sengsara Suci
Kristus. Semoga kami, melalui teladan dan pengantaraannya,
layak untuk dibentuk sesuai dengan citra Putra-Mu itu. Melalui
Kristus, Tuhan kami. Amin.
(Kalendar Umum Ordo Pewarta)
[/column]