[text_divider type=”double”]
BEATO ADRIAN FORTESCUE
(1476-1539)
[/text_divider]
[column width=”1/1″ last=”true” title=”” title_type=”single” animation=”none” implicit=”true”]
• Pesta: 8 Juli (Kalender Ordo Malta), 9 Juli (Kalender
Dominikan)
[/column]
[column width=”1/1″ last=”true” title=”” title_type=”single” animation=”none” implicit=”true”]
Sir Adrian Fortescue lahir di Devonshire, Inggris, tahun 1476
dari keturunan ksatria kerajaan. Nama keluarganya, “Fortescue”
dapat dirunut balik hingga tahun 1016, yaitu Sir Richard de
la Fort, pelayan pribadi dari Duke William Si Penakluk. Dalam
Perang Hastings, Sir Richard menyelamatkan nyawa Sang Duke
dengan melindunginya di balik perisai. Sejak saat itu Sir Richard
dijuluki “Richard le Fort-Escu” atau “Richard Si Perisai yang Kuat”.
Berdasarkan peristiwa ini, anak-cucunya membuat motto keluarga
“Forte scutum salus ducum” (“Perisai yang kuat adalah keselamatan
bagi pemimpin”) serta mengadopsi julukan “Fort-Escu” menjadi
nama belakang “Fortescue”. Paman Buyut Sir Adrian, Sir John
Fortescue, meninggalkan warisan dokumen hukum dan politik
yang amat penting di Inggris era abad ke-15.
Mengenai Sir Adrian Fortescue sendiri, tidak banyak yang
diketahui mengenai masa kecilnya. Catatan sejarah mulai menyebut
namanya kala ia sudah berusia 23 tahun, yaitu ketika ia menikah
dengan Anne Stonor. Ibu kandung Sir Adrian, Alice, adalah putri
dari Sir Geoffrey Boleyn, sehingga dari sisi ibu, Sir Adrian dan Ratu
Anne Boleyn (istri kedua Raja Henry VIII) merupakan saudara
sepupu. Setelah menikah, Sir Adrian menetap di rumah istrinya di
Oxfordshire. Tahun 1503, ketika Pangeran Henry (kelak Raja Henry
VIII) yang masih berusia 12 tahun diangkat sebagai Pangeran Wales
dan Earl Chester, Sir Adrian diangkat pula sebagai Ksatria Bath. Ia
mengambil motto “Loyalle pensée”, yang artinya “Pikiran yang setia”.
Sungguh, di akhir hidupnya nanti, kesetiaannya akan diuji.
Seperti para leluhurnya, Sir Adrian melayani Raja dengan
setia. Ia melayani kampanye-kampanye militer Raja Henry VIII
yang ambisius melawan Prancis. Raja yang puas dengannya
memberinya imbalan berupa undangan ke acara-acara kerajaan
dan jabatan-jabatan tinggi, seperti gelar Justice of the Peace untuk
Oxford dan gelar Gentleman of the King’s Privy Chamber. Di balik
kesetiaannya kepada Raja dan posisinya yang terhormat, Sir Adrian
juga ternyata setia dan kuat dalam iman. Ia penderma yang rajin
bagi banyak imam dan yayasan-yayasan religius. Ditambah lagi,
Sir Adrian adalah suami dan ayah lima anak yang sederhana serta
bijaksana dalam mengelola bisnis dan keuangan rumah tangganya.
Ia menuliskan aturan hidupnya di belakang buku Ofisi Harian milik
pribadi. Aturan hidup tersebut menggambarkan seorang laki-laki
yang memancarkan kekudusan dan kebajikan.
Tahun 1532, ia menjadi Ksatria Ordo Malta, dan setahun
kemudian pada bulan Juli 1533 ia diterima ke dalam Ordo Ketiga
Dominikan di Blackfriars, Oxford. Tidak lama setelah bergabung
dengan Dominikan, dimulailah pencobaan besar yang sedikit demi
sedikit mengakhiri hidupnya yang tenang. Awal musim panas 1533,
Sir Adrian mesti menghadiri upacara pemahkotaan sepupunya
sendiri, Anne Boleyn, sebagai Ratu Inggris dan istri kedua Raja.
Pada waktu itu Anne Boleyn juga sudah hamil enam bulan. Sir
Adrian yang saleh tentu terusik nuraninya karena menyadari bahwa
perkawinan tersebut tidak valid, namun pada awalnya ia berpikir
bahwa bukan haknya untuk mengangkat permasalahan tersebut ke
muka umum. Ia hanya bisa memendam kepedihan hatinya melihat
sepupunya terlibat dalam skandal Kerajaan Inggris.
Perselingkuhan Raja akhirnya mencuat menjadi masalah
agama dan politik yang besar sesudah Sri Paus menolak memberikan
anulasi dan menyatakan perkawinan terdahulunya dengan Ratu
Catherine dari Aragon masih valid. Waktu itu tanggal 23 Maret
1534. Marah, malu, sekaligus tersinggung oleh keputusan tersebut,
Raja Henry VIII mengangkat dirinya sendiri sebagai Kepala Gereja
Inggris (kelak disebut Anglikan) dan menceraikan Ratu Catherine.
Bulan berikutnya pada tahun yang sama, sejumlah bangsawan dan
pejabat kerajaan ditahan karena menolak mengakui Raja sebagai
Kepala Gereja. Terbilang di antaranya adalah Uskup John Fisher, Sir
Thomas More, dan Sir Adrian sendiri. Sir Adrian dilepaskan kembali
tanpa penjelasan pada musim semi 1535, namun Uskup Fisher
dan Sir Thomas More dieksekusi pada musim panas. Keduanya
dikanonisasi sebagai santo oleh Paus Pius XI 400 tahun kemudian,
tepatnya tanggal 19 Mei 1935.
Bulan Februari 1539, Sir Adrian kembali ditahan dan dipenjara
di Tower of London. Di pengadilan, ia bersama 49 orang lainnya
didakwa dengan “pengkhianatan tingkat tinggi” karena menentang
aturan-aturan Gerejawi yang dibuat oleh Raja. Sir Adrian Fortescue
menerima mahkota kemartirannya melalui hukuman penggal
pada bulan Juli 1539 di Tower Hill. Pelayan-pelayannya juga ikut
dieksekusi dengan berbagai cara, termasuk digantung, ditarik lepas
anggota tubuhnya, serta dimutilasi.
Sir Adrian Fortescue, sang bangsawan dan ksatria yang
menjalani hidup matiraga dan penuh kehormatan di mata Allah
dan sesama, taat pada kehendak-Nya hingga napas penghabisan.
Salah satu biografernya menulis, “Sir Adrian Fortescue wafat bagi
iman akan Dia yang tak mampu dikesampingkan oleh aturanaturan
Parlemen.”
Paus Leo XII memaklumkan Sir Adrian sebagai beato tanggal
13 Mei 1895.
[/column]
[column width=”1/1″ last=”true” title=”” title_type=”single” animation=”none” implicit=”true”]
Doa
Ya Allah, segala sesuatunya berada dalam kekuasaan-Mu.
Melalui doa-doa hamba dan martir-Mu Beato Adrian, semoga
kami boleh menjadi makin kuat dalam cinta akan Nama-Mu dan
berani untuk setia pada Gereja Kudus-Mu, bahkan jika harus
mengorbankan hidup kami. Doa ini kami panjatkan melalui
Kristus Putra-Mu, yang hidup dan berkuasa bersama Dikau dan
Roh Kudus, Allah sepanjang segala masa. Amin.
(Missale dengan bacaan dari Ordo St. Yohanes dari Yerusalem dan
Ordo Malta, 1997)
[/column]