[text_divider type=”double”]
SANTA ROSA DARI LIMA
(1586-1617)
[/text_divider]
[column width=”1/1″ last=”true” title=”” title_type=”single” animation=”none” implicit=”true”]
• Nama lain: Rosa de Lima
• Simbol/atribut: Wanita dengan jubah Ordo Ketiga Dominikan
mengenakan mahkota mawar; dimahkotai mawar
oleh Malaikat; menggendong Bayi Yesus
• Pelindung: Benua Amerika Latin, suku Indian Amerika,
Negara Filipina, Negara Peru, Kota Lima, tukang bordir,
tukang kebun, penjual bunga, kerukunan keluarga, orangorang
yang tidak dipahami oleh karena kesalehan mereka
• Pesta: 30 Agustus, 23 Agustus (Kalender Dominikan)
[/column]
[column width=”1/1″ last=”true” title=”” title_type=”single” animation=”none” implicit=”true”]
Kuntum Mawar ini lahir pada tanggal 20 April 1586. Ia
dibaptis dengan nama Isabel, sesuai nama sang nenek. Ibunya,
Oliva, memberi nama demikian dengan tujuan menenangkan
temperamen Isabel Senior yang pemarah. Tetapi saat Isabel Junior
masih bayi, terjadi mukjizat berupa penampakan bunga mawar di
atas kepalanya. Oliva menyadari hal tersebut sebagai tanda Surgawi
bahwa putrinya harus diberi nama Rosa. Perubahan nama ini
menyulut amarah sang nenek, sehingga sering membuat keduanya
bertengkar. Barulah ketika Isabel/Rosa menerima Sakramen
Krisma, sang nenek mengalah karena ia mengakui kuasa Gereja
yang berkehendak memanggil cucunya Rosa, bukan Isabel.
Rosa lahir di Peru dalam Era Kolonisasi Spanyol. Seperti
yang lumrah terjadi di tanah koloni, kawin campur menciptakan
berbagai golongan etnis masyarakat. Pada waktu itu, di Amerika
Latin terdapat tiga etnis besar yaitu Spaniard (ras Spanyol asli)
yang berkulit putih, Indian Amerika yang berkulit merah, dan
Afrika yang berkulit hitam. Etnis Spaniard sendiri terbagi dua kasta,
yaitu orang-orang Peninsular (Spaniard yang lahir di Spanyol) dan
orang-orang criollo (Spaniard yang lahir di tanah koloni). Sebagai
seorang criolla (bentuk feminin dari criollo), Rosa berada di kasta
yang cukup tinggi meskipun bukan yang paling tinggi.
Sejak kecil, Rosa de Flores disirami dengan pelbagai macam
rahmat Surgawi. Pada usia tiga tahun, setelah mengalami kecelakaan
kecil dan lukanya harus dijahit, Rosa menanggungnya dengan sabar
tanpa menangis sedikit pun. Ia hanya mengatakan bahwa Yesus
menderita jauh lebih hebat. Pada usia empat tahun, Rosa berusaha
belajar membaca namun frustrasi karena merasa terlalu sulit. Ia
kemudian berpaling kepada Yesus untuk mengajarinya membaca,
supaya ia tidak menyusahkan ibu yang sudah bekerja keras
mengajarinya. Demikianlah Kanak-kanak Yesus menampakkan diri
dan mengajari Rosa membaca dalam beberapa jam saja.
Setelah bisa membaca, Rosa melahap buku-buku rohani yang
dibelikan orang tuanya. Terinspirasi oleh Santa Katarina dari Siena,
ia mengucap janji kemurnian pribadi dalam usia lima tahun. Masih
meneladani St. Katarina, ia pun membangun sel sendiri di halaman
rumahnya, berupa gubuk kecil dari pelepah dan daun pisang. Gubuk
itu diisinya dengan patung-patung mungil Tuhan Yesus dan Bunda
Maria, dan di sanalah Rosa menghabiskan waktu-waktu doanya
yang panjang.
Jauh lebih mengherankan lagi praktik-praktik matiraganya
yang begitu heroik. Pertama, ia memulainya dengan berhenti
makan buah-buahan manis yang amat disukainya. Kemudian
ia membatasi makanannya dengan hanya roti keras, air suamsuam
kuku, dan sup rempah pahit yang dicampur abu. Pada hari
Jumat ia hanya makan roti dan empedu. Kadang ia bahkan tidak
minum air selama berminggu-minggu, hal yang tentu sangat sulit
bagi seseorang di iklim tropis yang panas dan lembap. Selain
itu, ranjang tidurnya diselipi gelondong kayu keras dan pecahan
beling serta keramik, sengaja agar membuatnya tetap terjaga
selama mungkin untuk menemani Tuhannya. Dengan penuh cinta,
Rosa mempersembahkan seluruh silih itu kepada Allah, bagi
pengampunan dosa-dosanya sendiri dan dosa orang lain, bagi
kebutuhan Gereja, pertobatan orang berdosa, dan kelegaan jiwajiwa
malang di Api Penyucian.
Ibu Rosa, Oliva, sangat bangga akan kecantikan paras
putrinya. Sebagai orang dari kasta yang tinggi, keluarga mereka
terbiasa dengan acara-acara sosial dan pesta-pesta. Rosa pun tidak
ketinggalan dibelikannya gaun-gaun dan perhiasan terbaik. Tetapi
Oliva tidak mengerti mengapa Rosa tampak tidak mengacuhkan
benda-benda tersebut. Oliva menyayangi putrinya tetapi sering
tidak habis pikir bagaimana memperlakukan anaknya yang berbeda
dari yang lain itu.
Rosa sendiri merasa jengah setiap kali ia diminta hadir dalam
pesta, tetapi karena terus dipaksa, akhirnya ia setuju, dengan alasan
kepatuhan. Namun di sela-sela hiasan mahkota mawarnya Rosa
menyelipkan sepucuk jarum panjang. Jarum tersebut menancap
ke dagingnya begitu dalam sehingga sempat sulit dilepaskan dari
kepalanya. Oliva memarahi Rosa habis-habisan, tetapi bentuk
matiraga tersebut segera menjadi favorit Rosa. Di kesempatan lain,
di bawah kerudung mewahnya Rosa mengenakan lingkar kepala
yang sengaja dirancang dengan sederet paku menghadap ke dalam.
Lingkar kepala tersebut dimaksudkan agar mengingatkannya pada
Mahkota Duri Kristus.
Oleh karena itu, walaupun Rosa nampaknya mulai bisa
berbaur secara sosial, hati dan pikirannya sama sekali tak pernah
meninggalkan Sang Kekasih Surgawi. Paku-paku di kepalanya
menjadi pengingat yang sangat baik akan Salib. Yang lebih penting
adalah wajahnya senantiasa menampakkan air muka tenang dan
ceria, tanpa pernah menunjukkan upaya-upaya matiraganya. Ia
juga taat pada arahan pembimbing rohaninya, terutama dalam halhal
menyangkut doa dan silihnya yang keras itu.
Tak pelak, saat usianya menginjak 12 tahun, mulailah
muncul pertanyaan-pertanyaan tentang pernikahan. Oliva sibuk
menjodohkan putrinya dengan pria-pria muda di lingkaran
pergaulan mereka. Oliva yakin bahwa Rosa akan menjadi
pengantin paling cantik di Lima. Namun, Rosa terpaksa menyakiti
hati ibunya dengan mengatakan bahwa sejak usia lima tahun ia
sudah mempersembahkan keperawanannya bagi Allah. Ia juga
mengutarakan keinginannya bergabung dengan Ordo Ketiga
Dominikan, selibat namun tetap tinggal di rumah sendiri. Hal ini
menambah sakit hati Oliva, sebab baginya lebih baik menjadi selibat
di dalam biara, bukan di tengah masyarakat. Rosa sama sekali tidak
mendapat simpati dari keluarganya. Akan tetapi setelah masa
penantian dan kesusahan yang panjang, akhirnya ia memperoleh
juga habit Ordo Ketiga Dominikan.
Sebagai seorang anak, Rosa amat penyayang dan bertanggung
jawab. Ia sangat suka berdoa dan menyepi di gubuk mungilnya,
namun ia tidak lantas meninggalkan pekerjaan rumah. Ia
membaktikan sepuluh jam setiap hari untuk mengerjakan bordiran
sebagai tambahan penghasilan keluarga. Ia juga mengolah kebun
bunga keluarga dengan tangan hijau, sehingga menghasilkan bungabunga
terbesar dan tercantik di desanya. Mukjizat juga terjadi di
kebun itu, yaitu beberapa kali bunga-bunga bermekaran di luar
musim mekarnya yang biasa. Rosa sangat senang karena ia mampu
mempersembahkan bunga-bunga terbaiknya di altar Bunda Maria
di Gereja Dominikan.
Meski demikian, Oliva tetap merasa tidak memahami putrinya.
Ia tidak mengerti harus berbuat apa, terlebih ketika menyaksikan
laku matiraga Rosa yang mencengangkan. Maka interaksi mereka
pun menjadi aneh. Di satu sisi Oliva sering menyanjung-nyanjung
Rosa dan memamerkannya kepada orang lain, di sisi lain ia sering
menghukum Rosa di rumahnya sendiri. Tidak hanya itu, siksaan
setan yang kejam juga harus ditanggungnya. Sekali waktu, di kebun
belakang rumah, Allah mengizinkan Rosa mengalami derita Neraka,
yaitu merasakan rasanya ditinggal dan dilupakan oleh orang-orang
yang dikasihinya, oleh Santo Dominikus, Bunda Maria, bahkan oleh
Kristus sendiri. Rosa melawan semua serangan fisik dan jiwa itu
dengan senjata kerendahan hati dan kepercayaan besar pada Allah.
Ia meninggalkan keyakinan pada dirinya sendiri dan berserah
sepenuhnya kepada kehendak Ilahi.
Allah, yang begitu berkenan pada Kuntum Mawar Muda di
kebun-Nya itu, menghiburnya pula dengan berbagai macam cara.
Rosa mengalami sejumlah esktase dan penampakan Surgawi. Salah
satunya adalah menerima Komuni Kudus dari Malaikat, ketika ia
tidak sempat mengikuti Misa harian. Penghiburan juga datang
dalam bentuk persahabatan manusia. Rosa menjalin pertemanan
dengan pembantu rumah tangganya, Mariana, seorang suku Indian
asli yang sudah dibaptis. Rosa juga bersahabat dekat dengan Santo
Martin de Porres, seorang mulato (campuran Spaniard dan Afrika
kulit hitam) dan lay brother Dominikan. Rosa merasa hanya Martin
yang dapat memahami perjalanan rohaninya yang unik, dan Martin
pun merasa aman menceritakan kepada Rosa mukjizat-mukjizat
besar yang dikerjakan Allah melalui tangannya. Martin memanggil
Rosa “Rosita”, artinya ‘Mawar Kecil’.
Rosa memiliki kerinduan menjadi misionaris, dan ia memiliki
“kecemburuan suci” terhadap imam-imam yang ditugaskan dalam
misi ke tanah asing. Karena ia sendiri tidak mampu bermisi, maka
Rosa menjadikan hal tersebut sebagai intensi tetap dalam doadoanya.
Mungkinkah para martir Jepang yang dimartir di Nagasaki
tidak lama setelah wafat Rosa, berhutang budi pada doa-doa sang
Dominikan awam yang seumur hidupnya tak pernah melihat
Jepang? Dalam keyakinan pada “Perhitungan Surgawi”, kita bisa
memiliki pengharapan indah bahwa bisa jadi demikian.
Siksaan terakhir Rosa dialaminya pada hari-hari menjelang
akhir hayatnya. Ia terbaring dalam demam tinggi yang serasa
membakar seluruh tubuhnya dan mengeringkan mulutnya. Dalam
keadaan seperti itu, walau ia dikelilingi oleh keluarga dan beberapa
donaturnya, entah kenapa tidak seorang pun memberikannya
segelas air dingin seperti yang dimintanya. Orang-orang sibuk
menyodorkannya minuman obat. Rosa sudah pernah menubuatkan
penderitaan ini sebelumnya, sehingga hal tersebut justru makin
menambah keteguhannya untuk memikul Salib tersebut.
Rosa de Flores, kembang kekudusan pertama di Dunia Baru,
meninggalkan tanah dunia ini dalam usia 31 tahun, pada tanggal
24 Agustus 1617. Ia pergi menuju Kebun Surga tempat ia akan
menghiasi takhta Allah selamanya. Seluruh Kota Lima berkabung.
Orang-orang Indian dan kulit hitam bercampur dengan bangsawan
Spaniard menghaturkan hormat terakhir mereka bagi wanita
muda yang berjasa bagi semua. Mereka semua yakin bahwa Rosa
adalah orang suci. Keyakinan ini dikonfirmasi oleh Gereja melalui
beatifikasi yang diberikan oleh Klemens IX pada tahun 1668,
kemudian melalui kanonisasi oleh Klemens X pada tahun 1671.
[/column]
[column width=”1/1″ last=”true” title=”” title_type=”single” animation=”none” implicit=”true”]
Doa
Ya Allah yang Mahakuasa, Sang Pemberi segala karunia yang
baik, Engkau berkenan terhadap Santa Rosa yang mulia.
Engkau mengairinya sejak dini dengan rahmat-Mu, sehingga
di tanah bangsa Indian mekarlah sekuntum mawar kemurnian
dan kesabaran yang elok. Kami mohon supaya kami hamba-
Mu, yang mengikuti teladan manisnya, layak pula menjadi
wewangian yang pantas bagi Kristus. Melalui Kristus Tuhan
kami. Amin.
(Kalender Umum Ordo Pewarta)
[/column]