(1514-1577)
-
Nama lain: Mary Bartolomeo Bagnesi, Mary-Bartholomew Bagnesi, Marietta Bagnesi
-
Pelindung: Korban kekerasan, orang sakit, yatim-piatu
-
Pesta: 28 Mei (Kalender Dominikan)
Allah memanggil semua anak-Nya menuju kekudusan, namun dengan cara yang berbeda-beda dan sering tidak mudah dimengerti. Cara yang dipilihkan-Nya untuk Maria Bagnesi pasti akan membingungkan dokter-dokter zaman modern, dan pada masanya pun ia membuat banyak orang menggaruk kepala. Fakta bahwa ia begitu jijik akan gagasan tentang pernikahan sehingga langsung jatuh sakit, tentu terasa aneh bagi kita, terlebih karena kita telah diajarkan bahwa pernikahan pun dapat merupakan jalan kekudusan.
Maria Bagnesi lahir tahun 1514 di Florence, Italia, pada hari Pesta Santo Bartolomeus. Maria adalah bayi yang cantik dan menarik hati, dengan sepasang mata yang besar dan bibir yang selalu tersenyum. Ukuran tubuhnya yang mungil membuatnya dijuluki Marietta. Sayangnya, ibu Marietta tidak merawatnya dengan baik, malahan meninggalkannya dalam asuhan sembarang orang. Beruntung Marietta merupakan anak kesayangan kakaknya, seorang biarawati Dominikan, sehingga ia sering diajak ke Biara Dominikan.
Di biara, Marietta menghibur para suster dengan berlari-lari sembari menyanyi riang. Ia kerap mengulang-ulang perkataan, “Aku tidak akan punya Kekasih lain selain Yesus,” katakata yang dipandang oleh suster-suster sebagai tanda kekudusan dini. Tidak ada yang tahu persis apa yang membuat Maria begitu ngeri dan jijik akan pernikahan. Sejak ibunya wafat dan saudarasaudarinya menikah atau masuk biara, Maria menjadi pengurus rumah tangga yang utama.
Keterampilannya dalam menata rumah dan memasak, serta kebaikan hati dan kesalehan imannya, menuai kekaguman dari sejumlah pemuda lokal. Tak lama kemudian tibalah hari ketika sang ayah menganggap Maria sudah layak dinikahkan dan membangun keluarga sendiri. Namun ketika ia mengutarakan hal ini kepada putrinya, Maria langsung jatuh pingsan selama berhari-hari; saat ia siuman pun ia tak sanggup berdiri, hingga ia harus menjalani tirah baring penuh di tempat tidur sepanjang 45 tahun sisa hidupnya.
Ayah Maria kebetulan gemar berkonsultasi dengan “orang pintar”. Ia membawa Maria ke salah satu “orang pintar” di Florence. Maria harus menanggung berbagai macam terapi aneh bahkan menurut standar zaman itu, seperti direndam dalam lumpur dan dibalut erat-erat seluruh tubuhnya dengan kain bedung. Tentu saja terapi-terapi tersebut hanya bekerja menggemukkan pundi uang si “orang pintar”.
Maria mesti menuruti keinginan ayahnya ini selama 34 tahun, belum lagi siksaan rohani yang dialaminya, terutama pada Hari-hari Pesta Orang Kudus Besar. Allah rupanya mengizinkan setan untuk menyerang Maria dengan godaan hebat, rasa putus asa, dan pikiran-pikiran buruk. Namun Maria menanggung semuanya dengan kesabaran nan heroik dan dengan wajah bersinar penuh sukacita. Malahan, ia tidak tahan melihat pengunjungnya bersedih hati. Ia berkata kepada mereka, “Mengapa Kamu sedih? Penuhilah semua tanggung jawabmu dalam kesetiaan, dan Yesus, yang adalah Sukacita Sempurna, akan datang ke dalam hatimu dan membuatnya melonjak kegirangan.”
Penyakit kelumpuhan Maria yang misterius itu mengalami satu kali lenyap secara ajaib tatkala ia diterima sebagai anggota Ordo Ketiga Dominikan. Seorang Imam Dominikan datang dari Santa Maria Novella dan menerimanya masuk Ordo. Selama beberapa hari setelahnya Maria dapat berjalan ke luar, menikmati pemandangan alam sekitar, serta pergi ke Gereja untuk berdoa, sebelum kemudian ia kembali lumpuh total. Kali ini kelumpuhannya disertai dengan asma, infeksi paru, dan penyakit ginjal. Karena kondisi penyakitnya yang berat tersebut, Maria dibebaskan dari kewajiban mendaraskan Ofisi.
Kendati demikian, Maria, sebagai putri sejati Santo Dominikus, tak henti-hentinya bekerja untuk keselamatan jiwajiwa dengan cara lain. Dalam kelemahan dan keterbatasannya di tempat tidur, serta di tengah bermacam siksaan setan, ia berdoa, menderita, dan melakukan silih, serta memberikan nasihat-nasihat kepada orang-orang yang menjenguknya. Lama kelamaan tidak hanya sanak-saudara dan kenalannya yang datang, melainkan juga orang-orang lain di Florence, bahkan dari tempat-tempat di luar Florence.
Puluhan orang datang setiap harinya, menumpahkan kepada Maria segala kesusahan hidup mereka, lalu pulang dengan hati sejuk dan terhibur. Di lain pihak, banyak juga orang yang mencurigai Maria justru telah bersekutu dengan setan, karena begitu seringnya ia berjuang melawan mereka. Bahkan ada imam yang sempat melakukan eksorsisme terhadap Maria. Bapa pengakuan Maria juga ikut meninggalkan anak rohaninya karena takut terlibat dalam tuduhan yang bukan-bukan. Allah memberikan Maria bapa pengakuan baru, yakni seorang imam yang awalnya datang hanya karena penasaran, namun tergerak untuk tetap tinggal dan akhirnya membimbing Maria di jalan kekudusan yang unik itu selama 22 tahun.
Kamar tidur mungil Maria berubah menjadi semacam kapel, di mana Kurban Kudus dipersembahkan hampir setiap hari dan orang-orang dari segala penjuru mencari penyegaran rohani, tak ubahnya seperti sedang berziarah. Maria kerap terlihat mengalami ekstase selama Misa, kedua lengannya terentang di udara dalam bentuk Salib. Ia mengaku dosa setiap hari, dan selama beberapa tahun terakhir hidupnya, setiap hari pula ia menyambut Roti Para Malaikat.
Kematian Maria Bartolomeo Bagnesi yang bahagia tiba pada hari Kamis Putih tahun 1577. Seturut keinginannya, tubuhnya dimakamkan di Gereja Biara Karmelit Santa Maria Ratu Para Malaikat, tempat ia dihormati begitu luhur. Tujuh tahun sesudahnya, Santa Maria Magdalen de Pazzi, yang pada waktu itu masih Novis Karmelit, disembuhkan secara ajaib melalui perantaraan Beata Maria. Tuhan Yesus menampakkan diri dan menunjukkan kepada Santa Maria de Pazzi bahwa Beata Maria kini berada dalam kemuliaan di sisi Santa Katarina dari Siena, bahkan di posisi yang sedikit lebih tinggi oleh sebab Beata Maria menderita demi jiwa-jiwa jauh lebih lama dibanding Santa Katarina yang meninggal dalam usia muda, 33 tahun.
Dalam penampakan yang lain, Santa Maria de Pazzi melihat Beata Maria menggenggam beberapa helai kain putih bersih yang dimaksudkan bagi jiwa-jiwa yang ingin dipakaikan jubah kemurnian hati. Beata Maria menempelkan kain-kain itu satu persatu ke luka terbuka di lambung Kristus, yang membuat kain-kain itu bersinar berbagai warna sesuai dengan jenis keutamaan yang masih diperlukan oleh jiwa yang bersangkutan, entah kerendahan hati, kasih, atau silih. Beata Maria betul-betul menganggap serius doa-doa mereka yang menginginkan kemurnian hati, dan ia akan dengan gembira membukakan hati jiwa-jiwa yang tulus itu agar siap menampung Darah Mulia Kristus.
Demikianlah dinyatakan kepada Santa Maria de Pazzi bahwa Beata Maria berperan sebagai penyalur rahmat Surgawi oleh karena kemurniannya yang mengagumkan. Panutan istimewa bagi mereka yang sakit dan menderita ini dibeatifikasi oleh Paus Pius VII. Jenazahnya, yang ditemukan tidak membusuk, kini beristirahat di Florence, di bawah altar samping Gereja Biara Santa Maria Magdalen de Pazzi, setelah dipindahkan dari tempat sebelumnya di Biara Santa Maria Ratu Para Malaikat.
Doa
Ya Allah, Pecinta jiwa-jiwa, dalam diri Beata Maria Bartolomea, Engkau mempersatukan ketahanan melawan berbagai penyakit berat dengan kemurnian pikiran yang sama teguhnya. Semoga kami, yang terbelenggu sengsara oleh karena kesalahan kami sendiri, boleh disejukkan oleh penghiburan rahmat-Mu. Melalui Kristus, Tuhan kami. Amin.
(Kalender Umum Ordo Pewarta)