(1449-1505)
-
Nama lain: Hosanna Andreassi, Hosanna dari Mantua, Osanna Andreassi
-
Simbol: Wanita Ordo Ketiga Dominikan mengenakan mahkota duri dikelilingi cahaya; dengan iblis di bawah kakinya; jantung hati yang retak dengan Salib tertancap; diapit dua Malaikat, yang satu mengenggam bunga bakung, dan satunya lagi menggenggam Salib
-
Pelindung: Siswi sekolah
-
Pesta: 18 Juni
Osanna Andreasi lahir pada tanggal 17 Januari 1449 di Carbonarola, dekat Kota Mantua, Italia Utara. Ia tinggal dan dibesarkan di dalam sebuah puri megah kepunyaan sebuah keluarga kaya yang nenek moyangnya berasal dari Hungaria. Masa kecil Osanna sudah dipenuhi oleh peristiwa-peristiwa mistik. Suatu hari, saat sedang berjalan-jalan di tepi Sungai Po, Osanna mengalami ekstase. Dalam ekstasenya Malaikat Tuhan muncul dan memperlihatkan Surga kepadanya, lalu berkata, “Untuk bisa masuk ke dalam Surga, Engkau harus sangat mengasihi Allah.
Lihatlah bagaimana setiap makhluk memaklumkan, ‘Kasihilah Allah, hai Kalian yang berdiam di Bumi, sebab Ia telah menciptakan segalanya untuk memenangkan cintamu!’” Tak lama sesudahnya, Kristus sendiri menampakkan diri dalam rupa Kanak-kanak Bermahkotakan Duri dan Memanggul Salib.
Ia bersabda kepada Osanna, “Anak-Ku terkasih, Akulah Putra Perawan Maria, Akulah Penciptamu. Aku mengasihi anakanak secara istimewa, oleh karena kemurnian hati mereka. Aku menerima para perawan sebagai kekasih-Ku; Aku menjaga keperawanan mereka, dan ketika mereka memanggil Nama-Ku, Aku segera menolong mereka.” Penglihatan ini membuat jiwa Osanna tergugah. Ia menjawab, “Oh, Kekasihku satu-satunya! Haruskah mahkota duri itu, Salib itu dan paku-paku itu, diperuntukkan bagi-Mu saja, sementara Aku hanya mendapat kesenangan dan penghiburan? Tidak boleh begitu! Aku tidak akan mengambil bagian dalam kemuliaan-Mu kecuali Engkau membuatku ambil bagian pula dalam sengsara-Mu!”
Osanna tidak melupakan pesan Malaikat untuk sungguhsungguh mengasihi Allah. Ia mengupayakan segala cara untuk mewujudkan kasihnya yang meluap-luap itu. Pertama-tama, tidak lama setelah penglihatan di tepi sungai, Osanna mengkonsekrasikan dirinya bagi Kristus dalam usia enam tahun. Belum puas, timbul pula hasrat untuk melayani Allah dengan hidup di biara.
Tetapi dalam penglihatan lain, Tuhan menyatakan kehendak-Nya agar Osanna menguduskan dunia bukan lewat biara, melainkan lewat Ordo Ketiga Dominikan. Hal ini sangat mengejutkan dan membuat orang tuanya sedih sekaligus marah. Bertahun-tahun mereka melarang Osanna menerima jubah Dominikan. Mereka juga menolak keinginan Osanna belajar membaca agar ia mampu mendaraskan Ibadat Harian. Menurut mereka, dan menurut standar zaman itu, tidak ada gunanya bagi perempuan untuk belajar membaca dan menulis, sebab tugas perempuan hanyalah untuk membangun keluarga.
Osanna jelas memiliki rencana lain bagi hidupnya, yang sudah dibaktikan kepada Kristus. Tetapi ia juga tidak sanggup menjelaskan kepada sang ayah mengenai ketertarikannya kepada Ordo Dominikan. Maka, pada usia 14 tahun, ketika ia menyadari ayahnya sedang merencanakan perjodohannya dengan seorang pemuda, Osanna melarikan diri ke sebuah Gereja Dominikan dan menerima jubah Ordo Ketiga secara diam-diam. Ia pun pulang dan menunjukkan jubah tersebut di hadapan ayahnya, mengatakan bahwa ia telah mengucap janji.
Ayah Osanna, bagaimana pun juga, adalah seorang pria yang saleh. Ia menerima penjelasan Osanna, namun tetap melarangnya mengucap janji kekal. Osanna memahami bahwa segala rintangan yang dihadapinya memang dikehendaki oleh Allah untuk menyucikan dirinya, sehingga ia menanggung semuanya itu dengan sabar. Berbekal iman dan pengharapan yang besar, ia menghabiskan hari-hari dalam doa, silih, dan amal kasih. Ia bertekun sambil menantikan janji kekal Dominikan yang ia dambakan. Kelak hari itu baru datang 42 tahun kemudian, hanya beberapa bulan sebelum kematiannya.
Keinginan Osanna untuk bisa membaca terkabul secara ajaib dalam salah satu doanya. Ia melihat secarik kertas lalu tanpa kesulitan membaca dua kata sederhana di situ, yaitu “Yesus” dan “Maria”. Sejak itu Osanna mampu membaca serta menuliskan perkara-perkara rohani serta mendaraskan doa tertulis termasuk Ofisi.
Tidak hanya itu, beberapa kali Bunda Maria mengunjunginya dan membukakan akal budinya akan hal-hal Ilahi. Osanna duduk di kaki Bunda, belajar bahasa Latin dan mencatat ajaran-ajarannya dengan rajin, Ia juga belajar seluk-beluk teologis yang normalnya hanya dimengerti para cendekiawan. Sungguh beruntung Osanna dapat belajar langsung dari Takhta Kebijaksanaan itu sendiri!
Orang tua Osanna meninggal kala ia masih cukup muda. Osanna pun menjadi tuan rumah tunggal di puri besar itu. Segera saja ia mengubahnya menjadi pusat karya-karya amal kasihnya. Kaum miskin dan sakit dapat berkunjung untuk memperoleh bantuan material maupun spiritual. Orang-orang lain singgah untuk mendiskusikan soal-soal rohani. Bahkan kaum kaya dan terhormat datang meminta nasihat dan doa-doanya. Semakin dewasa, Osanna semakin sering mengalami ekstase dan pengalaman-pengalaman mistik lain, yang kian sulit disembunyikan dari mata publik.
Karunia ini, beserta popularitasnya di kalangan kelas atas, mengundang pergunjingan dan fitnah bahkan dari anggota Ordo Ketiga sendiri. Tetapi Osanna ingat bagaimana Kristus pernah menampakkan DiriNya dan menunjukkan Hati-Nya yang Mahakudus, seperti yang dahulu Ia lakukan kepada Santa Katarina dari Siena dan kelak Ia tunjukkan lagi kepada Santa Margaret Mary Alacoque.
Kepada Hati Kudus itulah Osanna mengadu setiap kali ia dilanda kesusahan dan kegundahan, dan dari sana pula ia senantiasa memperoleh penghiburan dan penyegaran untuk bangkit kembali. Tahun 1477, Tuhan menjawab keinginan lama Osanna untuk ambil bagian dalam Sengsara Suci-Nya. Ketika Osanna berusia 28 tahun, ia menerima stigmatanya yang pertama. Paling awal muncul adalah luka di sisi lambungnya, yang tertusuk oleh paku panjang yang mengerikan.
Sejak itu hingga tahun-tahun berikutnya, dalam waktu-waktu yang berbeda, ia menerima Luka-luka Suci lain termasuk mahkota duri. Luka-luka ini terlihat sepanjang waktu oleh Osanna sendiri, namun orang lain hanya dapat melihatnya setiap hari Rabu dan Jumat serta sepanjang Pekan Suci. Tanda stigmata tersebut, bagi Osanna, merupakan sumber sukacita sekaligus sengsara hebat. Setiap stigmata yang muncul menyebabkan penderitaan tak terbayangkan terhadap tubuh manusiawinya.
Kepedihan itu tentu sudah membuatnya meninggal di tempat kalau saja tangan Tuhan tidak menyokongnya dengan lembut. Sengsaranya yang paling pedih adalah ketika, pada akhirnya, Kristus berkenan menikam jantung hati Osanna yang manis. Hati tersebut ditikam dan dikoyak berulang kali selama beberapa tahun, demi memuaskan hasratnya untuk merasakan penderitaan Kristus.
Karunia ini dirasakan dan disembunyikannya sendirian. Sementara itu, Osanna tidak pernah berhenti bekerja untuk keselamatan jiwa-jiwa orang lain, baik melalui doa maupun karya amal. Ia mempersembahkan tubuh dan jiwanya sebagai silih bagi pendosa yang keras kepala dan bagi jiwa-jiwa malang di Api Penyucian. Seolah sudah menjadi pola berulang di antara para stigmatis dan mistikus Gereja bahwa mereka mengalami kesulitan mendapatkan pembimbing rohani. Tentunya, orang-orang yang begitu dikaruniai membutuhkan seorang pembimbing dengan kebijaksanaan, kesabaran, dan pengertian yang tidak biasa.
Osanna merasakan kebutuhan ini juga dan ia pun berdoa agar diberikan seseorang yang dapat membimbingnya dalam perjalanan rohani yang tak lazim itu. Sekali waktu, dalam Misa Kudus, ia mendengar suara batin yang berkata, “Itulah imam yang Engkau butuhkan, dia yang sedang mempersembahkan Misa itu.” Osanna mengamati imam tersebut dan menilai dalam batinnya bahwa ia terlalu muda.
Tetapi beberapa hari kemudian, dalam ruang pengakuan dosa, Osanna bertemu lagi dengan imam tersebut dan terkejut mengetahui bahwa sang imam pun telah menerima mandat Ilahi untuk membimbingnya. Walau masih muda, imam itu ternyata sanggup mendampingi dan membimbing Osanna di Jalan Kekudusan.
Salah satu karunia terakhir yang diberikan Allah bagi hambanya terkasih adalah nubuat tentang kematiannya. Waktu ajal Osanna dinubuatkan empat tahun sebelumnya oleh Beata Columba dari Rieti, yang jiwanya menampakkan diri kepada Osanna segera sesudah wafatnya sendiri. Dengan demikian Osanna diberi kesempatan istimewa untuk mempersiapkan kematiannya dengan penuh sukacita.
Beata Osanna berpulang ke Kerajaan Allah tanggal 18 Juni 1505. Tiga tahun sesudahnya jenazah Osanna ditemukan tidak membusuk. Ia dibeatifikasi oleh Paus Leo X pada tanggal 24 November 1694. Pesta namanya diizinkan untuk dirayakan di Keuskupan Mantua, dan kemudian izin ini diperluas ke seluruh Ordo Dominikan oleh Paus Innocentius XII.
Doa
Ya Allah, Pemberi segala yang baik, Engkau membimbing Beata Osanna untuk mengutamakan harta karun tersembunyi Kristus dan mengajarkan pula hal ini kepada orang lain. Semoga dengan mengikuti teladannya kami boleh tumbuh dalam pengetahuan akan Engkau dan hidup penuh iman sesuai terang Injil. Kami memanjatkan permohonan ini dengan perantaraan Yesus Kristus Putra-Mu, yang hidup dan bertakhta bersama Dikau dan Roh Kudus, Allah sepanjang segala masa. Amin.
(Kalendar Umum Ordo Pewarta)